Tanpa Aktifitas

Hari ini, saat ini. Aku sedang tak memiliki aktifitas yang bermanfaat. Aku hanya bermain (entah apa yang aku mainkan) dengan notebook kesayanganku. Sebenarnya aku menghindari beberapa aktifitas. Di antaranya adalah kondangan ke pernikahan teman, dan kerja. Keduanya sebenarnya aktifitas yang positif.

Yang pertama merupakan aktifitas sosial, yaitu temu kangen bareng teman-teman SMA. Aku tak datang karena (alasan yang tak perlu) aku enggak yakin aku bisa datang. Meskipun beberapa hari sebelumnya aku sudah niat berangkat, tapi ternyata seorang temanku (yaitu Hifni A. M. yang menginformasikan) tak bisa hadir. Aku sendiri tak tau rumahnya Hesti Lila Septiani, sang manten. Saluran komunikasiku terbatas, sms, telepon, tidak dapat aku lakukan, sedangkan koneksi internet hanya terbatas pada nol facebook. Desi yang aku PM via facebook tidak menjawab. Jadi aku putuskan untuk tidak keluar rumah.

Yang kedua, adalah aktifitas yang positif, kerja. Meskipun secara finansial seperti yang dikatakan oleh bosku, belum cukup menjanjikan. Aku sebenarnya tak ingin menghindar. Namun, aku seperti orang yang ragu. Ragu untuk memulai sebuah aktifitas. Ragu, aku sendiri terkadang bingung, apa yang aku ragukan. Beberapa hari yang lalu memang aku ada aktifitas di kampus, yaitu perpisahan anak-anak SMK dan Rojabiyah pada hari keduanya. Namun hari ketiga, yang sebenarnya aku sudah bisa berangkat kerja tapi aku tak masuk. Aku pulang pada sore hari setelah acara usai, lalu tidur di rumah. Jumat paginya aku bangun siang, lalu tak masuk kerja. Sore harinya aku ke kampus lagi, aku pikir akan ada kuliah. Ternyata, oh, ternyata. Sore hingga paginya lagi, aku tetap di kampus. Dengan koneksi yang parah, aku coba upload foto-foto kegiatan di hari sebelumnya.

Kalau di atas disebutkan ada aktifitas sosial. Aku sendiri bukan orang yang seperti pada umumnya. Aku termasuk orang yang anti-sosial. Aku akui itu. Aku terbiasa dengan ini. Dan setelah apa yang pernah terjadi padaku, kupikir aku ingin menjada image-ku yang seperti ini. Orang-orang melihatku sebagai orang yang seperti ini. Aku sadar, ini bukan hal yang positif. Aku juga sadar, ini akan berimplikasi pada masa depanku.

Ketika aku berkomentar tentang Rifngatul Mahmudah, seorang kawanku yang hendak melangsungkan pernikahaannya. Dan kaitannya dengan masa depan (seperti yang tertulis di sebelumnya), aku tak merasa hancur masa depanku karena Mudah. Tapi aku sendiri yang menghancurkannya. Aku merasa lebih banyak sisi positifnya ketika dia telah memutuskan untuk memilih orang lain. Meskipun aku sendiri merasakan, rasa sakit hati yang mendalam. Kalau pun pada akhirnya aku akan menyesal, ah, itu urusanku sendiri.

Samsul Ma'arif 2013/05/20 00:02

  • cerita/Tanpa.Aktifitas
  • Terakhir diubah: 4 tahun yang lalu
  • oleh 127.0.0.1