Sulawesi 1
Kalau teringat masa lalu, banyak sekali kenangan yang akan dapat aku tuliskan. Kenangan dan kenakalan masa kecil yang tak mungkin akan terjadi dua kali. Apa lagi jika di lihat dari berbagai sudut pandang. Tergantung dari kemampuanku menulis, maka akan menghabiskan banyak sumber daya.
Aku mulai ketika aku sampai di Sulawesi Selatan sekitar tahun 1995 silam. Kami sekeluarga berserta keluarga-keluarga lainnya dari berbagai daerah di Jawa datang ke Pulau Sulawesi untuk transmigrasi. Aku tak begitu paham apa istilahnya pada waktu itu, mungkin 'acara transmigrasi' ini memang diprakarsai oleh Pemerintah dengan tujuan untuk pemerataan penduduk. Terbayang dalam pikiranku, bagaimana ketika masih di rumah, ketika dalam perjalanan dengan bis, ketika naik kapal laut, lalu naik bis lagi ke lokasi tujuan. Ketika sampai, semua berkumpul dalam tempat yang sama, berkenalan satu sama lain, lalu ada pembagian rumah kontrakan, sehingga kami kebagian satu petak rumah. Rumah itu bagaimana? aku jelaskan di bawah.
Ketika sampai di tempat tujuan dan telah tinggal di sebuah rumah kontrakan (di antara rumah-rumah yang lain tentunya). Posisi rumah kontrakan yang kami tempati rasanya sangat istimewa. Rumah menghadap utara, depan adalah pekarangan kosong, yang kalau ditelusuri ke bawah terdapat sungai yang bening, kami sering mandi di situ bersama teman-teman yang lain. Kanan adalah rumah kontrakan yang berdampingan dengan rumahku, sedangkan kiri adalah rumah kontrakan yang berdampingan dengan yan lain. Belakang rumah terdapat lahan tandus yang hanya ada rumput-rumput kecil serta alang-alang yang berseberangan dengan rumah kontrakan yang lain. Begitulah aku bisa menggambarkannya, mungkin jika aku diminta untuk menuliskan ulang kalimatnya akan berbeda, tapi setidaknya intinya akan sama.
Saat itu aku masih sangat ingusan, aku belum tahu apa-apa. Saat di perjalanan aku sering tanya pada orang tuaku kapan kita akan sampai, tapi saat di sana dijawab 'ora sida' alias enggak jadi ke Sulawesi. Aku yang bodoh tentu saja hanya dapat mengiyakan. Lalu suatu hari aku jalan-jalan ke luar rumah dan bertemu seseorang, lalu kami duduk. Entah apa saja yang kami bicarakan, tapi satu hal yang aku ingat bahwa aku bilang kami 'Ora sida meng Sulawesi' (enggak jadi ke Sulawesi). Dan tentu saja orang entah siapa itu menyangkalnya, 'lha kiye beh wis nang Sulawesi' (Ini kita sudah sampai di Sulawesi). Entah apa lagi yang kita bicarakan di sana.
Apakah aku sudah menyebutkan berapa ukuran dan bagaimana bentuk rumahnya? rasanya belum. Hmm… Ini termasuk salah satu hal yang unik untuk ditulis di sini. (Menyebalkan sekali kalau sudah menulis banyak sekali, tapi ketika disimpan malah “session time out”). Apa yang ada dalam pikiran Anda kalau disebutkan “rumah kontrakan”? Rumah kembar berjajar, rapih. Mungkin seperti itu kira-kira. Tapi apa yang ada di Sulawesi dulu mungkin akan sedikit ada dalam gambaran tersebut. Satu bangunan dua rumah, satu bangunan dua rumah, begitu semuanya. Aku enggak tahu ukuran pasti rumahnya. Tapi rumah itu rasanya cukup sedang dan luas untuk satu keluarga.
Batas-batas rumah yang kami tempati seperti ini : sebelah barat ada kontrakan lain di seberang taman, sebelah selatan ada lahan tandus yang di seberang sana ada ada kontrakan lain, lalu jalan raya kecil, sebelah timur adalah rumah yang berjajaran/berdempetan dengan rumahku, sebelah utara adalah pekarangan yang dapat ditanami palawija yang kalau ditelusuri ke bawah ada sungai yang bening. Terkadang kami mandi di situ. Komposisi sungai itu banyak berisi pasir, sebab itu sungai itu sangat bening. Sampai sekarang aku masih belum tahu nama sungai itu. Yang kutahu, kami mandi, mencuci baju, dan bermain di sana, dan bahkan buang air di sana.